Tittle : IT CAN’T BE
Pairing : Akanishi Jin X Kamenashi Kazuya (our lovely AKame <3)
Author : The Three Musketters (Nachan + NPhe + Rie)
Rating : NC-17 for chapter 4, 6, 7 ^^
A/N: WARNING!! STRONG LANGUAGE! FULL SMUT! 17+! YAOI! Yg gag bisa handle, please stay away yaa~ DON’T FORCE YOURSELF! XD gomen klo ada error, but anyway it’s our inspiration, enjoy! ^^
Chapter 7
Jin tak pernah tahu jadwal kuliah Kame, setiap dia mendatangi café, lagi-lagi Kame selalu tak ada. Dia mendatangi rumahnya pun, Kame selalu sedang tak ada. Benar-benar Kame seperti sengaja menghindar darinya, menjauh, membuat jarak dengannya. Akhirnya Jin memutuskan untuk menunggu Kame di Universitasnya sepanjang hari. Jin yakin dengan cara ini dia pasti bisa menangkap Kame.
Setelah hampir 3 jam Jin menunggu di mobilnya, mengamati setiap mahasiswa yang berlalu-lalang, akhirnya dia melihat orang yang dia cari. Orang yang sudah sejak beberapa minggu lalu sangat ingin dia lihat lagi. Tanpa berpikir panjang, Jin cepat keluar dari mobilnya dan menghampiri Kame yang sudah akan masuk ke mobilnya.
“Kazuya!” Jin memegang tangan Kame. Deg! Jantung Kame berdegup cepat. Suara itu dan sentuhan di tangannya. Kame akui kalau dia sangat merindukannya. Tapi dia tak mau menyerah begitu saja. Dengan cepat dia menepis tangan Jin, dan melihat padanya dingin.
“Apa maumu?”
“Kenapa kau tiba-tiba menghilang…”
“Aku tidak menghilang. Aku sibuk dengan kuliahku. Aku sudah menuruti keinginan ayahku…ini juga kan yang kau mau?” Kame berkata sedingin tatapannya.
“Yeah, aku senang akhirnya kau---“
“Aku harus cepat pulang” Kame memotong kalimat Jin begitu saja, dan bermaksud masuk lagi ke mobilnya. Tapi sekali lagi Jin menahannya.
“Aku rindu padamu. Aku memikirkanmu terus selama ini” dia membuat pengakuan, yang sebenarnya menyentuh Kame, tapi laki-laki keras kepala itu tak mau mengakuinya.
“Sokka.. sebaiknya kau memikirkan Chiaki-san. Kalian akan segera menikah, bukan?”
“Itu…” Jin tak bisa berkata-kata. Kame memandangnya datar.
“Kau membuang waktuku---“ gumam Kame sambil masuk ke dalam mobilnya, tapi tanpa dia duga Jin juga ikut masuk dan memojokkannya hingga dia hampir berbaring di kursi pengemudi itu dengan tubuh Jin yang memerangkapnya. “Jin--- ah, Akanishi…pergi dari sini!” Kame masih sempat meralat panggilannya pada Jin.
“Tidak” Jin menatapnya dalam. Dia serius.
“Hah? Apa maumu?!” Kame berusaha menyingkirkan tubuh Jin, tapi tangan Jin lebih kuat dan membuatnya semakin terpojok. Dia mencoba bangun, membetulkan posisinya, yang akhirnya hanya membuat dia semakin dekat dengan Jin. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Wajah tampan Jin, mata cokelat yang seksi itu… bibir tipis berwarna kemerahan itu… Bagaimana mungkin Kame bisa melupakannya?!!
Kame mencoba menguasai dirinya untuk tidak menyentuh bibir itu dengan bibirnya, tapi rupanya Jin sangat tahu yang dia inginkan. Tanpa menunggu waktu lama, bibir mereka telah terkunci. Kame hanyut begitu saja, dia membalasnya tanpa ragu-ragu. Dia juga merindukan ciuman ini. bibir mereka bertaut terus, dan saat Kame semakin bersemangat, Jin tiba-tiba melepaskan ciumannya, menatap Kame dengan senyuman puas di bibirnya.
“Aku tahu kau juga merindukanku” gumamnya. Whatever! Teriak Kame dalam hati. Dia memang sudah menjatuhkan gengsinya setelah dia membalas ciuman Jin tadi, apalagi jelas sekali kalau tadi dia sangat bersemangat. Kame sudah tak bisa mengelak lagi. “Kau harus ikut denganku. Jangan menghindariku lagi”
Kame tak menjawab, dia hanya menatap Jin. Pikirannya sudah kacau. Jin menciumnya lagi dan setelah itu dia pun menyerah, dia tak peduli kemana Jin akan membawanya.
***
Kame terpaku di depan kamar Jin, ranjang itu…dia tiba-tiba sangat membencinya. Terbayang lagi saat dia melihat Jin dan Chiaki bermesraan disana, bercinta… Kame menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat pertama kemari dan menginap disini dia bisa merasakan aroma Jin disini, semua yang berhubungan dengan Jin terasa disini, semuanya hanya tentang Jin, dan tentunya ranjang itu…tapi sekarang, dia tak merasakan itu lagi. Aroma Jin yang dia suka sudah memudar, ada bau Chiaki…yang dia tak suka.
“Kazuya?” Jin memeluk Kame dengan tiba-tiba dari belakang. Membuat Kame agak terhenyak, tapi kemudian dia merasakan hembusan nafas Jin di samping wajahnya. Aroma alcohol.
Kame membalikkan tubuhnya dan melihat Jin memegang sekaleng bir di tangannya. Dia mengambil kaleng itu lalu meminumnya tanpa memperdulikan protesan Jin yang bercampur heran. Kame mengembalikannya setelah menghabiskan isi kaleng itu. Jin hanya menggerutu tak mengerti, sambil membuang kaleng itu ke tempat sampah. Kame tertawa kecil, wajahnya memerah, efek alkohol.
“Itu kaleng bir terakhirmu?” ulang Kame saat dia mendengar gerutuan Jin tadi. Dia lalu tertawa lebih keras.
“Kau mabuk Kazu” komentar Jin.
“Tidak. Aku hanya minum setengah kaleng saja”
“Tapi wajahmu merah…”
“Bukankah kau suka melihatnya?” Kame tersenyum menggoda sambil mendekati Jin lagi, melingkarkan lengannya di leher laki-laki tampan itu.
“Kau menggodaku”
“Tidak sama sekali”
Jin menyimpan tangannya di pinggang ramping Kame, membuat tubuh mereka makin merapat.
“Sepertinya kita harus ke kamar lebih awal” saran Jin.
“Aku tidak mau”
“Eh?”
“Aku tak mau berada di kamarmu lagi, terutama di ranjang itu…” Kame menggigit bibirnya pelan. Jin mencoba mencerna kata-kata Kame, dan tidak seperti biasanya tiba-tiba saja dia cepat menangkap maksud Kame.
“Aku mengerti. Aku harus mengganti ranjangku” katanya.
“Sou. Jadi sekarang aku akan pulang…” Kame sudah bersiap melepaskan pelukannya, tapi Jin menahannya dengan cepat, membuat dia tak bisa bergerak sesukanya.
“Siapa yang bilang kau akan pulang dengan mudah?” bisik Jin.
“Aku tak mau selama ranjang itu---“
“Masih banyak tempat yang bisa kita pakai” Jin tersenyum nakal.
“Eh?” Kame jadi berhati-hati melihat senyuman itu.
“Dapur? Ruang makan? Kamar mandi?” Jin menyebutkan tempat-tempat yang rasanya membuat Kame merinding ketika membayangkannya. “Yang jelas aku tak suka sofa kecil itu” tambah Jin lagi menunjuk sofa mungilnya satu-satunya. Kame ingat Jin pernah bercerita kalau sofa itu ibunya yang memilihkan.
“Terlalu kecil?” tanya Kame tersenyum lucu.
“Sempit”
“Kau harus diet lagi” kali ini Kame tertawa kecil. Tapi terhenti karena tiba-tiba dirasanya Jin memojokkannya ke tembok di dekat situ.
“Aku memilih tempat yang lebih luas, Kazuya Kamenashi...” bisik Jin lagi, panggilannya yang khas itu membuat jantung Kame berdebar tak menentu.
“Di----sini?” Kame bertanya hati-hati. Hanya memastikan kalau Jin tak mempunyai ide gila seperti itu.
“Why not??” kata Jin dengan bahasa Inggrisnya. Kame terkesiap saat dirasanya Jin memegang salah satu kakinya seperti akan mengangkatnya.
“Jin…”
Jin semakin merapatkan tubuhnya pada Kame, menatap laki-laki itu dalam.
“N-ngg..aku…aku haus. Aku mau minum” elak Kame akhirnya. Jin hanya tersenyum melihat tingkah laki-laki kesukaannya itu. He is so cute.
Kame berjalan ke arah dapur, jantungnya berdegup kencang. Dia bisa merasakan sedikit demi sedikit aliran hawa panas memenuhi tubuhnya.
Shit! Kenapa aku jadi salah tingkah sendiri?! Jin hanya memandangku! Dia sibuk menegaskan pada dirinya sendiri. Kame mengambil sebotol air dingin dari lemari es Jin dan langsung meneguknya tanpa memindahkannya dulu ke gelas, berharap air dingin itu bisa mendinginkan tubuhnya yang mulai panas. Ini semua gara-gara Jin! dia terlalu menggairahkan. Ditambah lagi efek alcohol yang tadi diminumnya. Dia jadi berani melihat Jin dari sisi yang sensual. “damn Jin! he is too hot!” umpatnya sambil menutup pintu lemari es.
.
.
.
“Glad to hear that Kazuya…” senyum manis terulas di bibir laki-laki yang sejak tadi memandangi Kame dari samping meja makan yang tak jauh dari tempatnya berdiri itu.
Tenggorokan Kame tercekat. Damn Jin! kenapa dia bisa berada disana secepat itu!? pipinya memerah saat melihat senyuman Jin.
“Kau ini jorok! Kenapa piring kotornya belum dicuci?! Dasar pemalas!” Kame mengalihkan perhatiannya pada piring kotor Jin yang menumpuk di tempat cuci piring. Dia mulai mencucinya dengan maksud mencari alasan agar suasana tidak menjadi lebih panas. Panas bagi Kame tentunya.
Jin berjalan ke arah Kame, perlahan meyimpan tangannya di pinggul Kame dari belakang. Jantung Kame semakin berdebar kencang merasakan sentuhan Jin di pinggulnya. Dia secepat mungkin menyelesaikan mencuci piring-piring itu.
“Permisi, aku sudah selesai mencuci…”
“Lalu?”
“Biarkan aku lewat”
“Tidak semudah itu Kazuya” ujar Jin nakal, sambil meraba-raba pantat Kame. Muka Kame sudah benar-benar memerah, dia malu tapi dia menikmatinya. “You said that I’m too hot…?” Jin mulai menciumi leher Kame dan tangannya berada di sekitar manhood Kame, tapi belum benar-benar menyentuhnya.
“I-itu…aku hanya---“ belum sempat Kame menyelesaikan kata-katanya, Jin memiringkan dagu Kame agar bibir mereka bertemu, Jin menciumnya perlahan dan basah. Dia menyisipkan lidahnya yang memaksa Kame untuk membuka mulutnya lebih lebar.
“Mmmhhpp” desah Kame disela-sela ciuman mereka, Jin melakukannya berkali-kali, membuat irama yang lama-lama membuat Kame kepayahan menerima ciuman Jin karena tak bisa mengimbanginya.
“Hahh! Hahhh!” Kame berusaha bernafas setelah melepaskan bibirnya dari Jin. “Kau mencoba membunuhku?!” ucap Kame sambil terus mengatur nafasnya. Jin tertawa kecil lalu pelan mendekatkan tubuhnya pada Kame hingga memeluknya erat dari belakang. Kame merasakan sekujur tubuhnya dialiri listrik. Dia dapat merasakan manhood Jin menempel di belakang tubuhnya. Manhood Jin yang mengeras.
“Na~ Kazu, kau bisa merasakanku?” Jin mempererat lingkaran tangannya di pinggul Kame dan meletakkan dagunya di bahu Kame. Laki-laki yang lebih muda itu dapat dengan jelas mendengar suara dan nafas Jin yang sexy tepat di telinganya, dia pun hampir bisa merasakan detak jantung Jin yang menempel di punggungnya. Kame hanya mengangguk, dia merasakan dengan jelas manhood Jin yang menegang, mengharapkan sesuatu.
“I want you” suara serak sexy milik Jin terdengar seperti mantra di telinganya. Perlahan Jin membuka kancing dan resleting jeans Kame yang saat ini hanya terpaku, membiarkan Jin melakukan apapun yang dia inginkan, tubuh Kame benar-benar panas ditambah lagi ketika merasakan boxer nya turun melewati kakinya. Jin membalik tubuh Kame agar menghadapnya. Senyum puas terukir di bibir tipis Jin melihat sosok tegak di bagian bawah tubuh Kame. Wajah Kame seketika memerah seperti udang rebus.
“Be-berhenti memandanginya!” kata Kame setengah berteriak, dia malu. Pandangan Jin terus terang membuatnya risih, sekarang Jin tahu kalau dirinya juga horny.
“Kenapa? Aku menyukainya” Jin mulai memegang perlahan manhood Kame.
“Ngghh” Kame mendesah ketika tangan hangat Jin meremas-remas bagian paling sensitive di tubuhnya itu. Jin melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Kame, memiringkan wajahnya dan menjilat leher mulus Kame yang dari tadi begitu menggiurkan terpampang di hadapannya. “J-Jin… Ahh~ nggh~” Kame mengeluh nikmat, merasakan gigitan di lehernya serta pijatan di manhood nya, Kame tak bisa mengingkarinya lagi, dia benar-benar menyukainya. Jin tersenyum melihat reaksi Kame yang menikmati setiap perlakuannya. Dia menurunkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan manhood Kame. Mata Kame diam-diam mengikutinya dan dia sudah tak bisa melakukan apapun saat Jin tiba-tiba menciumi manhoodnya, dan menjilat setiap sisinya. “Nggh…aaaahh, Jin-aaah~” tangan Kame reflek meremas rambut Jin, melebarkan sedikit kakinya yang agak gemetar untuk mempermudah Jin melakukan oralnya. Tubuhnya saat ini sudah sangat panas seperti tak lagi digerakkan dengan perintah dari otaknya, nafsu yang mengendalikannya sekarang.
Jin menggigit-gigit manhood Kame, memberinya jilatan basah di setiap bagian. Kame menutup kedua matanya, desahannya semakin keras walau dia sudah berusaha mengurangi dengan menggigit bibirnya. Setiap yang dilakukan Jin disana memberinya kenikmatan yang luar biasa.
Entah sudah berapa lama Jin melakukan oralnya, Kame sudah tak bisa berpikir apapun, mungkin hanya beberapa menit tapi bagi Kame seperti selamanya, seperti tak berujung. Dan dia mulai merasakan kakinya semakin gemetar, nampak tak mampu menahan tubuhnya lagi.
“J-Jin, kau membuat kaki ku lemah” ucap Kame terbata-bata, dengan nafas yang berat. Jin berhenti melakukan aktivitasnya, dia berdiri, memandang wajah Kame yang berkeringat. Kame menjatuhkan tubuhnya ke pelukan Jin, kakinya ternyata memang sudah tak sanggup menahan tubuhnya.
Jin pun memutuskan untuk duduk di lantai dapur itu, melakukan dengan hati-hati sambil membawa Kame yang berada di pelukannya.
“Kau bisa duduk?” tanya Jin agak khawatir. Kame mengangguk. “Good” komentarnya sambil berusaha melepas kaos dan menyingkirkan celana Kame yang tadi stuck di ujung kakinya. Wajah Kame memrah untuk kesekian kalinya, sekarang dia benar-benar nude di hadapan Jin, Kame hanya menunduk malu menyadari Jin saat ini sedang menatap tubuh telanjangnya penuh nafsu.
“Tidak perlu malu, Kazuya” kata Jin meyakinkannya, tangan Jin menyentuh pipi Kame, hingga membuat Kame dengan ragu-ragu melihat padanya, mata mereka bertemu. “Kau itu sexy, yea walau tubuhmu sedikit kurus… tapi itu bukan masalah, kau tetap menggairahkan untukku” tegasnya sambil tersenyum menatap Kame.
Damn Jin! dia benar-benar tahu cara membuatku meleleh, tentunya selain ciumannya yang hebat itu, batin Kame. Kame mengalihkan pandangan ke pakaian Jin yang masih lengkap. Itu tidak adil baginya.
“Jin, bajumu”
“Eh? Ada apa dengan baju ku?”
“Kau mau terus memakainya?” Kame memberikan pandangan keberatan.
“Ah, gomen…gomen!” katanya sambil melepas satu-persatu pakaian di tubuhnya hingga dia juga sama seperti Kame, tanpa sehelai benang pun di tubuhnya.
Kame otomatis merasakan debaran kencang di dadanya melihat pemandangan sexy itu di hadapannya. Jin memang sangat…hot. Tubuhnya benar-benar sempurna, terlebih lagi…his lower part. Kame ingat dulu saat having sex mereka yang pertama, dia tidak jelas melihat tubuh laki-laki tampan itu karena masih malu.
“Selesai mengamatiku? Kau menyukainya?” pertanyaan Jin membuyarkan Kame dari pikirannya dan dia pun tersadar kalau dari tadi dia melihat Jin dengan detil. Kame menundukkan kepalanya lagi, menyembunyikan wajahnya yang masih memerah. Jin tertawa “Arigato Kazu… Ah, tunggu sebentar!” Jin tiba-tiba bangun dan mencari-cari sesuatu di sebuah rak di dapurnya itu. Setelah menemukannya, dia kembali duduk di lantai dengan Kame yang keheranan melihat benda yang dibawa Jin.
“Apa itu?” tanya Kame ingin memastikan.
“Madu” ternyata memang seperti yang dia lihat.
“Untuk apa?”
“Agar kau tidak begitu merasakan sakit”
“E--?” Kame tak jadi bertanya, dia mengerti. Dia jadi malu, kenapa dengan bodohnya dia malah menanyakan itu. Jin dengan cepat mengoleskan madu ke manhood nya yang menegang. Kame jongkok di hadapan Jin, dan Jin memeluknya dengan erat dari belakang. Jin menggesek-gesekkan tubuhnya. “Aaaahhhh~ Jin!!” Kame agak berteriak kesakitan ketika manhood Jin memasukinya. Ini memang bukan yang pertama tapi rasa sakitnya sama saja seperti ketika pertama kali dia merasakannya. Tangan kiri Jin memeluk pinggang Kame sedangkan tangannya yang lain melakukan pumping pada manhood Kame.”ngghh-ahh! Jin-aahh!” Kame tak henti-hentinya bersuara, mendesah dan memanggil-manggil nama Jin. Dia begitu menyukai yang dilakukan Jin pada dirinya, gerakan di bagian belakang tubuhnya. Walau rasa sakit itu masih terasa, dia yakin akan segera hilang dan tergantikan dengan kenikmatan yang pernah dia tahu. Desahan Kame semakin membuat Jin bergairah dan bersemangat. Dia sangat suka bibir sexy Kame meneriakkan namanya dengan suara yang bergetar itu. Jin terus melakukan in-out, tangan kanannya sibuk meremas manhood Kame, yang bermanfaat untuk mengaburkan Kame dari rasa sakitnya. Kame tak berhenti bersuara, berteriak, mendesah, mengerang…menyatu dengan suara Jin juga yang tak terkendali. Mereka menyukai sensasi yang mereka buat ini. Keduanya tak akan saling melepaskan sebelum mencapai akhir yang memuaskan.
“Aah! Jin-aah! Ngghhh…”
Jin semakin bernafsu, dia menghujam keras anal Kame ketika klimaks telah menghampiri mereka. Keduanya saling meneriakkan nama masing-masing, karena mereka mencapainya bersamaan. Jin mengeluarkan manhoodnya dari anal Kame, cum hangat menyembur dari manhood mereka. Jin menarik Kame ke pelukannya, mencium bibirnya lembut. Kame begitu kelelahan, kakinya masih gemetar dan lemas, tapi dia dengan senang hati menyambut ciuman Jin.
“Maaf membuatmu lelah, Kazu” Jin menyeka keringat dari kening Kame, setelah melepaskan ciuman mereka. Jin menyadari kaki Kame yang masih gemetaran, dan dia merasa tak enak.
“Ii yo Jin” Kame tersenyum manis pada laki-laki itu. “Aku menyukainya” tambah Kame pula, sambil membelai pipi Jin.
Jin tersenyum mendengarnya, dia lega karena Kame tak keberatan.
“Na, Kazu… ayo kita membersihkan diri!?” ajaknya. Kame mengangguk. Jin mengangkat tubuh lelah Kame. Reflek, Kame melingkarkan tangannya di leher Jin, dia memandang wajah laki-laki yang entah sejak kapan disadarinya telah membuatnya jatuh cinta itu. Pelan, dia menjilati pipi Jin yang ada di hadapannya, sambil tersenyum usil.
“Kau seperti kucing” komentar Jin, meledeknya, sambil terus berjalan menuju kamar mandi. Kame tertawa kecil, jilatannya pun dengan sengaja menuju sisi bibir Jin, yang dengan cepat Jin menyambar bibir Kame. Mereka berciuman lagi. Lidah mereka bertautan. Keduanya sangat menikmati itu.
Ciuman basah mereka berhenti saat keduanya memasuki kamar mandinya yang cukup luas.
“Shower or bathub?” tanya Jin. Kame diam saja tak berani menjawab dan memandang wajah Jin. Bagian bawahnya saat ini benar-benar sakit, dia tidak akan sanggup kalau berdiri karena kakinya terlalu lemas untuk menahan tubuhnya, sedangkan duduk… itu juga hanya akan membuatnya semakin kesakitan. “Tidak bisa keduanya?”
Kame lagi-lagi tak menjawab, dia malu hanya untuk menganggukkan kepalanya. “Kazu, aku benar-benar minta ma—“ kalimat Jin terpotong dengan ciuman yang mendarat di bibirnya. Kame menciumnya dan mulai berani memandangnya lagi.
“Ii yo” tegas Kame sambil menatap Jin dalam. Meyakinkannya. “Turunkan aku!” pinta Kame pula.
“Eh? Tidak-tidak! Lantainya dingin, Kazuya…” tolak Jin.
“Cepat! Atau aku akan turun sendiri!?” ancam Kame. Dengan terpaksa Jin menurutinya, dia membaringkan Kame di lantai kamar mandinya.
“Apa yang akan kau lakukan, Kazu?” tanya Jin agak khawatir pada laki-laki di bawahnya itu. Kame tak menjawab dan lagi-lagi hanya menciumnya, satu tangan Kame berada di dada Jin yang bidang, membelainya perlahan tapi penuh nafsu, Jin bisa merasakannya. Sentuhan Kame membuat tubuh Jin sedikit demi sedikit kembali memanas, dia melepaskan bibir Kame dan ciumannya berpindah ke leher putih Kame, meninggalkan kiss mark di kulit mulus itu.
“Ngghh” Kame mengeluh pelan. Yabai~ disela-sela pikirannya yang mulai kehilangan kendali itu, dia bisa menyadari kalau ini akan membawa mereka pada ronde kedua. Dia merasakan tubuhnya memanas lagi, menegang lagi…
Jin menurunkan ciumannya ke dada Kame, masih meninggalkan beberapa kiss mark disana. Dinginnya lantai kamar mandi tergantikan oleh rasa hangat dari dua orang yang telah terbakar api nafsu. Tubuh mereka berkeringat, selain karen aktivitas sebelumnya, sekarang pun tubuh mereka kembali memberikan sinyal-sinyal untuk melakukannya lagi. Semuanya hanya karena sebuah ciuman yang simple.
Jin menjilat, memilin nipple Kame dengan lidahnya, satu-persatu.
“Emmhh…Ji-Jin!” Kame hanya bisa mengeluh tiap kali merasakan sensasi nipple nya yang basah di mulut Jin. “J-Jin?? nhhh” Kame berusaha memanggil Jin ditengah desahannya.
“Hmm?” sahut Jin yang masih sibuk dengan nipple sebelah kiri Kame yang pikirnya masih kurang merah.
“Ngghhh… fuck me. Nhhh..”
“Apa?!” Jin mendadak berhenti dan mendongakkan wajahnya melihat pada Kame tak percaya.
“Lakukan lagi Jin” kata Kame, pipinya yang sudah memerah sejak tadi, semakin merona.
“Tidak, tidak… kau sudah kelelahan, Kazu” Jin tak habis pikir dengan keinginan Kame, berdiri saja dia sudah tak sanggup. Walau diakuinya dia senang dengan permintaan Kame. Dia juga sangat menginginkan Kame, setiap jengkal dari tubuhnya sama sekali tak membuatnya bosan. Dia pasti ingin terus merasakannya lagi dan lagi kalau dia memang tak peduli dengan kondisi Kame. Dan rasa kasihan melihat Kame yang kelelahan selalu menjadi tembok batas nafsunya terhadap laki-laki yang dia cintai itu. dia tak tega melihat Kame yang kepayahan seperti itu hanya karena harus melayani nafsunya yang meluap-luap setiap mereka melakukan sex.
“Jin” Kame mulai merajuk. “Lakukan lagi”
Jin menghela nafasnya, dia tak bisa menolak kalau Kame sudah mengeluarkan jurus keras kepalanya.
“Baiklah” kata Jin akhirnya. Kame tersenyum puas.
Jin berpindah ke bawah tubuh Kame, melebarkan kedua kaki laki-laki itu perlahan. Gerakan Jin terhenti ketika dia melihat anal Kame yang memerah. Analnya masih melebar karena aktivitas mereka sebelumnya.
Sudah memerah, pasti sebentar lagi akan berdarah…pikir Jin. Dia tak bisa melukai Kame lebih dari ini, tidak mungkin.
“Kazu, gomen aku tida---“ Jin tercekat melihat Kame yang menangis. Air mata turun dari kedua sudut mata laki-laki tampan kesayangannya itu.
“Jin…aku mohon~” isak Kame yang dia sendiri pun bingung kenapa dia harus menangis seperti itu!? dia hanya tahu kalau hati kecilnya mengatakan, ini akan menjadi yang terakhir kali. Terakhir kali Jin memiliki dirinya seutuhnya, begitupun sebaliknya.
“Nakanaide Kazuya~” Jin menghapus air mata Kame dengan jarinya.
“Jin…”
Akhirnya Jin mengangguk, dia tak tega melihat Kazuya-nya memohon padanya. Lagipula ini juga salahnya yang membuat Kame jadi seperti itu.
“Kazu, katakana padaku kalau kau merasakan sakit”
Kame mengangguk sambil mengelap air di pipinya. Jin mengambil oil massage di lemari peralatan kamar mandinya.
“Aku akan memakaikannya untukmu” Kame menawarkan. Jin memberikan botol oil massage itu pada Kame. Kame menumpahkan sedikit minyak ke tangannya dan mulai memijat manhood Jin, mengoleskannya.
“Mmmmhh ahh” Jin mendesah keras. Sentuhan tangan Kame di disana sangat luar biasa dan dia menikmatinya. Tidak butuh lama untuk membuat manhood Jin kembali menegang. Kame berhenti memijat setelah Jin menyuruhnya untuk berhenti.
“Kazu, aku mulai…” Jin memegang kedua paha Kame dan melebarkannya, lalu mengangkat tubuh bagian belakang Kame agar dia lebih mudah memasukkan manhoodnya.
“Aaaah!! Nggh!! Ngghh!” Kame mendesah setengah berteriak ketika sekali lagi manhood Jin memenuhi analnya. Jin meletakkan satu kaki Kame di bahunya, mempermudah manhoodnya untuk melakukan in-out di anal Kame yang melebar dan licin. “Aaah! Ahhh! Deepe---ah!”
“Nggh-aahh! Kazu—ah!! Ahh!” erangan Jin berbaur dengan teriakan Kame. Di terus melakukan in-out dengan giat. Tubuh Kame mengikuti permainan Jin. Kame menggerakkan pinggulnya, memudahkan kegiatan mereka.
“Aakkkhhh!” dengan sekali hujaman Jin memasukkan seluruh manhoodnya.
“Jin! aaahhhh!!” anal Kame semakin dikoyakkan manhood Jin. “Jin-aku mau kelua---ahh! Ahhhh!!” Kame merasakan dirinya hampir mencapai klimaks.
“Ngghh! Aku juga---ahhh!” Jin mempercepat in-out nya.
“JIIINNN!!!”
“KAZUYA!!!”
Cairan putih keruh menyembur dari manhood Kame, mengenai perut hingga dada Jin. Cum Jin pun keluar dari dalam anal Kame.
Pelan, Jin mengeluarkan manhoodnya yang sudah melunak. Jin bisa melihat cum nya keluar dari anal Kame, cairan putih keruh itu dan ternyata ada beberapa tetes darah ikut keluar dari sana.
Shit! Kutuk Jin dalam hati ketika melihat cairan pekat berwarna merah itu.
“Da-Daijobu ka?” Kame mengangguk pelan, dia merasakan sakit yang luar biasa di bagian belakang bawah tubuhnya. Tapi rasa sakit itu memang sebanding dengan kenikmatan yang diberikan Jin tadi.
“Aku akan membantumu membersihkan diri, setelah itu istirahatlah… kau terlihat sangat lelah” kata Jin. Kame tersenyum lemah, badannya memang lelah, sex keduanya dengan Jin ini benar-benar memforsir tenaganya, tapi dia tak ada masalah dengan itu. Dia sama sekali tak menyesal.
Jin mengangkat tubuh Kame, menyimpannya di pangkuannya. Dengan lembut membasuh setiap sisi tubuh Kame yang saat itu hanya terdiam membiarkan Jin membersihkan dirinya. Bahkan hanya untuk bicara saja, rasanya Kame kelelahan.
Selesai mandi, Jin segera mengambil handuk untuk menutupi tubuh Kame. Sedangkan tubuhnya sendiripun tidak sempat dia beri pakaian. Dia membawa Kame keluar dari kamar mandi, dan membaringkannya di sofa. Kame sudah teridur pulas rupanya, Jin tersenyum memandang wajah manis yang sedang tertidur itu. Dia berlari ke kamarnya untuk berpakaian, lalu mengambil selimut untuk Kame. Dia kembali ke tempat Kame, mengambil di tubuh Kame, menggantinya dengan selimut yang lebih besar dan hangat.
“Kazuya, I love you” ucap Jin sambil mencium Kame pelan, tak ingin membuat laki-laki itu terbangun. “Arigato” katanya lagi, membelai rambut Kame. Jin duduk di lantai, menyandarkan kepalanya di sofa menghadap wajah Kame, satu tangannya membelai pipi Kame lembut, hingga dia pun merasa mengantuk dan ikut tertidur disana.
***
>____<
Selasa, 25 Agustus 2009
IT CAN'T BE- Chapter 7
Diposting oleh 3-Musketters di 21.55
Label: akame, fanfic, multichapter, three musketters
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar