Tittle : IT CAN’T BE
Pairing : Akanishi Jin X Kamenashi Kazuya (our lovely AKame <3)
Author : The Three Musketters (Nachan + NPhe + Rie)
Rating : NC-17 for chapter 4, 6, 7 ^^
Chapter 6
Ini double date yang ke-3 setelah perkenalan Kame dengan Ageha dan mereka jadi tampak semakin dekat. Ternyata Kame memang tak bisa menolak, meski dia sudah beberapa kali mencobanya . Akhirnya dia hanya sanggup sampai mengulur-ulurnya dan Jin tak mau berurusan kalau misalnya Ageha makin berharap pada Kame. Sekarang mereka berempat lagi berada di restoran pizza, lagi-lagi makanan Italia. Kame tak mengerti kenapa mereka harus menyesuaikan dengan makanan kesukaan Jin saja!?
“Ini untukmu” Ageha memotongkan pizza nya untuk Kame dan menaruhnya di piring Kame. Mereka tampak mesra, Kame tersenyum senang tapi palsu, karena sebenarnya dia tak suka dengan bagian yang dipotongkan Ageha. Bagaimana ini? dia tidak mungkin menolaknya atau tidak memakannya, perempuan itu akan sakit hati.
“Kita tukar” kata Jin tiba-tiba dan menukar piringnya dengan Kame.
“Eh??” Ageha keheranan, begitupun dengan Chiaki yang tak mengerti apa maksud kekasihnya itu. Sedangkan Kame hanya agak terkejut, tak menyangka Jin akan senekat itu.
“Kamenashi sangat membenci tomat” jelas Jin akhirnya.
“Ah, benarkah? Gomen ne~” Ageha cepat meminta maaf pada Kame dan mengganti pizzanya dengan yang bebas tomat. Kame hanya bisa tersenyum dan berterimakasih dalam hati karena Jin sudah menyelamatkannya.
Mereka tak menyadari bagaimana Chiaki memperhatikan Jin dan Kame. Perasaan aneh itu menyergap Chiaki lagi.
Malam itu Chiaki ikut ke apartement Jin selesai makan malam double-date mereka. Jin sebenarnya ingin cepat mengantarkan Chiaki pulang, tapi kekasihnya itu seperti ingin berlama-lama di tempatnya, dan dia tak mungkin menolaknya.
“Apa Kamenashi-kun mengatakan sesuatu padamu?” tanya Chiaki saat mereka duduk berdua di sofa mungil Jin dengan sekaleng bir di tangan mereka.
“Eh??”
“Apa Kamenashi-kun menceritakan soal Ageha-chan?”
“Ehm…dia hanya bilang kalau Ageha-chan sangat cantik”
“Itu pernyataan standar. Apa dia tidak bilang kalau dia menyukai Ageha dan bermaksud menjalin hubungan dengannya?”
Jin menggelengkan kepalanya pelan, dia tak mau berbohong karena Kame pasti akan marah lagi padanya.
“Yappari~” Chiaki mengeluh. “Ageha-chan juga bilang walau Kame orang yang menyenangkan, tapi dia terlalu pasif dan tak pernah membuat gerakan pertama. Dia seperti tidak tertarik pada Ageha-chan…”
“Aku rasa juga begitu”
“Menurutmu kenapa?”
“Mungkin karena Ageha-chan bukan tipe nya…”
“Kenapa tidak? Ageha-chan sangat sempurna, semua laki-laki pasti akan bertekuk lutut di hadapannya”
Jin mengangkat bahunya, “Mungkin tidak untuk Kamenashi”
Chiaki mengamati kekasihnya sesaat. Perasaan aneh nya sejak itu semakin kuat, tapi dia tak begitu yakin dengan maksudnya.
“Apa mungkin…dia tak suka perempuan?” tanyanya hati-hati. Jin nyaris menyemburkan bir yang sedang dia minum.
“Ma—Masaka?!!”
Chiaki mengerutkan keningnya melihat tingkah Jin.
“Mungkin saja kan? Kau tahu partner kerjanya di café itu? sepertinya dia…menyukai Kamenashi-kun”
“Eh? Si botak itu? Ma-mana mungkin!?” Jin mencoba bersikap biasa, meski Chiaki masih bisa melihatnya kalau dia tampak gugup. Perempuan cantik itu mengangkat bahunya dan seolah tak peduli dengan sikap ganjil Jin.
“Kamenashi tentu saja menyukai perempuan” tambah Jin pula. “Hanya saja mungkin Ageha-chan tidak masuk kriterianya…lagipula kenapa kau begitu ingin menjodohkannya, hah?”
“Kau mengerti banyak soal dia, dan dia juga mengerti sekali soal kau” suara Chiaki mendadak serius dan tajam.
“Ah… kami sudah dekat sejak masih di sekolah. Kau juga tahu itu kan”
“Dia membuatku iri”
“Eh?”
Chiaki menghela nafasnya dalam, dan sedikit terdengar mengeluh. Apa dia serisau itu memikirkan Kame??
“Waktu kau sakit dia menginap disini bukan? Dia merawatmu semalaman, dia memakai piyama mu dan…dia juga pasti tidur di ranjangmu”
Jin terpana mendengar perkataan Chiaki, hal itu berpengaruh pada kekasihnya? Chiaki memikirkannya selama ini?! Semua yang dikatakannya benar, bahkan ada yang lebih parah…
“Aku sudah bilang waktu itu aku tak mau mengganggumu…”
“Dan kau juga tahu kalau aku tak pernah merasa terganggu olehmu! Aku kekasihmu selama lima tahun ini dan setelah kau pindah kemari untuk tinggal sendiri, kau tak pernah sekalipun mengajakku tinggal bersama, bahkan hanya untuk memintaku menginap disini!?”
Jin semakin diam mendengar perkataan Chiaki yang seperti curahan hati itu. Dia menyadarinya, selama ini dia memang tak pernah terpikir untuk mengajak Chiaki tinggal bersama, atau hanya memintanya menginap…Jin tahu mereka tidak seperti sepasang kekasih kebanyakan. Tapi setelah bertahun-tahun ini mereka rasanya baik-baik saja. Jin tak tahu kalau Chiaki memendam semuanya.
“Jadi tidak salah kan kalau aku cemburu pada teman kecilmu itu?” kata Chiaki lagi, akhirnya mengatakan yang sejak kemarin dulu dia simpan.
Jin tersenyum gugup, “Bagaimana bisa? Dia…dia itu laki-laki, dan dia hanya teman kecil juga anak bos ku”
“Tentu saja bisa. Laki-laki dan perempuan sama saja kalau kau memang tertarik pada mereka”
“Chiaki…”
“Apa yang mau kau sangkal, Jin?” tantang kekasihnya itu.
“Kau tak perlu cemburu pada siapapun” Jin cepat meyakinkan Chiaki. Dia mendekat dan mengulurkan tangannya untuk membelai rambut Chiaki.
“Apa yang akan kau buktikan?”
“Hah?”
“Apa yang akan kau buktikan agar aku tak perlu cemburu pada siapapun?”
“Se-Semuanya…” Jin menyentuh sisi wajah Chiaki, lembut.
“Kau tahu apa yang belum pernah kita lakukan selama 5 tahun ini?”
“Apa?”
“Bercinta” Chiaki mengatakannya tanpa ragu-ragu, dan tentu saja membuat Jin agak terhenyak. Dia tak menyangka Chiaki akan mengatakan itu dengan sangat terus terang. Mereka memang biasa berciuman dan bermesraan, tapi untuk yang satu itu…keduanya belum pernah membahasnya walau mereka telah sama-sama dewasa. Mungkin mereka baru akan melakukannya setelah menikah nanti... mungkin, kalau mereka memang sampai menikah.
“Sou da” gumam Jin pelan, tanpa melepaskan tangannya dari pipi Chiaki. Kekasihnya itu tiba-tiba tersenyum dan menyentuh tangan Jin yang masih membelai sisi wajahnya. Chiaki membawanya ke arah dadanya, Jin hanya bisa mengikuti, membiarkan Chiaki melakukan apapun yang dia mau. Setelah tangannya tersimpan nyaman di dada Chiaki, perempuan itu membuat tangannya bergerak disana, menekannya… ini sebenarnya bukan hal baru untuk Jin, dia sudah berkali-kali menyentuh dada Chiaki. Setiap mereka berciuman, tangannya pasti bergerak ke sana. Tapi cara Chiaki memperlakukannya sekarang agak berbeda karena ini akan jadi awal dari sesuatu yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya. Having sex… no, it’s making love.
Tanpa menunggu banyak waktu lagi, Jin cepat mengambil inisiatif. Dia tak bisa terus-terusan membiarkan Chiaki merangsangnya seperti itu. Dan demi bisa membuat kekasihnya ini tidak cemburu atau curiga lagi pada Kame, Jin menerima sinyal Chiaki, lagipula…dia juga hanya laki-laki biasa yang mudah tergoda. Jin mencium bibir merah Chiaki dengan satu gerakan dan Chiaki menyambutnya dengan senang hati. Sekejap saja ciuman mereka sudah memanas. Gerakan tangan Jin di dada Chiaki semakin intens dan membuat desahan-desahan tertahan dari bibir Chiaki yang masih menyatu dengan bibirnya. Beberapa detik mereka saling melepaskan dulu, mata mereka bertemu, nafas mereka terengah-engah. Nyaris saja Jin tiba-tiba terbayang wajah Kame yang memerah setelah berciuman dengannya, tapi ini bukan Kame, ini kekasihnya. Jin merasakan sentakan di rambutnya, saat Chiaki mencoba melanjutkan ciuman mereka. Genggaman tangan kekasihnya itu kenapa tidak senyaman tangan Kame? Lagi-lagi Jin membandingkannya dengan laki-laki yang harusnya sekarang tak boleh dia ingat-ingat itu. Perlahan mereka semakin merapat, Jin mengangkat kaki Chiaki agar melingkar di pinggangnya. Paha nya yang mulus terekspos karena dia hanya memakai rok yang cukup mini. Sekarang memang saatnya, segera dia akan melihat yang lebih dari ini. Tangan Jin menyentuh paha Chiaki pelan, membuat perempuan itu mendesah lagi, ciuman mereka kembali memanas dan Jin semakin berani untuk memasukkan tangannya ke daerah yang paling penting di tubuh kekasihnya itu, tapi menghentikannya dengan tiba-tiba.
“Kamar…” bisiknya. Dia tahu dirinya sudah siap untuk hal yang lebih begitupun Chiaki, dan melakukannya di sofanya yang mungil ini sama sekali bukan ide bagus. Perlahan Jin bangkit dari sofa, membimbing Chiaki yang masih berada di pelukannya menuju kamarnya, tanpa melepaskan ciuman mereka. Perempuan itu sudah sangat pasrah, bahkan saat Jin merebahkan tubuhnya di ranjang Jin.
Tak sabar, Jin membuka kaos yang dipakainya lalu membuka seluruh pakaian yang dikenakan Chiaki, kekasihnya itu tidak menolak sedikitpun, dia malah tampak menunggu. Untuk pertama kalinya Jin melihat keseluruhan tubuh kekasihnya, mulus, indah, tanpa pertahanan. Dia tak tahu kenapa tidak sejak dulu-dulu dia mencoba ini dengan Chiaki?!
Jin mulai mencium Chiaki lagi dengan kasar, tangannya meraba-raba ke dada Chiaki yang tak terhalang apapun lagi. Perempuan itu sudah sangat terhanyut ke dunia yang baru dibuat Jin, dia sangat menikmati pijatan Jin di dadanya, ciuman panasnya yang terkesan posesif, hingga dia tak mau menunggu lagi. Dengan segera tangannya menuju celana Jin, berusaha membuka celana kekasihnya itu dengan susah payah. Akhirnya Chiaki berhasil membukanya hingga menyisakan boxer yang dipakai Jin, dia tersenyum puas di tengah ciumannya. Jin mulai menurunkan ciumannya beralih ke dada Chiaki.
“Khhh…. Jin…” Chiaki mendesah pelan sambil meremas rambut ikal Jin. Itu membuat Jin makin berani dan nyaris tak bisa mengontrol dirinya, dengan tak sabar Jin membuka boxernya hingga lututnya. Lalu mencium leher Chiaki lagi, dia mulai menyatukan diri mereka berdua.
“Errrgh…Jinnn..” tangan Chiaki memeluk punggung Jin erat, membuat diri kekasihnya itu terkubur lebih dalam ke dirinya.
Dengan cepat Jin melakukan gerakan in and out , bibirnya mencium bibir Chiaki penuh nafsu, tangannya bermain-main dengan dada Chiaki, tak ada satu bagian pun tubuh Chiaki yang dilewatkan Jin. Mereka akhirnya sampai pada klimaks secara bersamaan, Jin cepat mengeluarkan dirinya dari tubuh Chiaki, nafas mereka masih memburu, keringat terlihat menetes di kening kekasihnya itu. Seksi, pikir Jin. Dia mencium kekasihnya itu lembut, Chiaki tampak kelelahan. Dia sudah memejamkan matanya. Jin memakai kembali boxernya dan berbaring di sebelah Chiaki, Chiaki reflek bergerak menghadap Jin, memeluk laki-laki itu dan tertidur disana.
“Oyasumi” Jin bergumam di telinganya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Dan malam ini pun benar-benar berjalan seperti yang tak Jin duga. Untuk pertama kalinya setelah 5 tahun, mereka melakukan ini. Jin tidak tahu apa dia terlalu kasar, apa cukup memuaskan atau… “Damn” gumam Jin tiba-tiba pada dirinya sendiri. Dia baru ingat dia tak memakai pengaman, karena memang tak ada persiapan sama sekali. Diliriknya Chiaki sekilas yang sedang tertidur dengan nyaman di pelukannya. Dia harap semua akan baik-baik saja setelah ini, tak ada lagi kecemburuan pada Kame…ah, Jin mendadak ingat laki-laki itu. Dia sedang apa ya?? Pikir Jin, sambil mengambil ponselnya yang berada di meja kecil dekat ranjangnya. Dia mengetik sebuah pesan untuk Kame.
To : Kazuya
Submessage : (none)
Sudah tidur? Oyasumi. Jangan tidur dekat2 si botak yah…
Jin tertawa sendiri membaca pesan yang sudah dia kirim pada Kame. Beberapa detik kemudian ada balasan
From : Kazuya
Submessage : (none)
Oyasumi. Urusai.. aku tahu.
Jin tertawa lagi membaca balasan dari laki-laki kesayangannya itu. Sejenak dia pun berpikir, kenapa meski baru saja dia melakukan hal yang luar biasa dengan kekasihnya yang sudah dia pacari selama 5 tahun dan sekarang mereka sedang berbaring bersama dengan perempuan cantik itu di pelukannya, tapi pikirannya hanya pada Kame. Hanya Kame yang bisa membuatnya tertawa dengan tulus dan tanpa paksaan. Perasaannya senang karena pesan singkat itu, bukan karena apa yang sudah dia lakukan dengan kekasihnya. Kenapa??? Jin tak menemukan jawabannya hingga dia terlelap dan Kame datang di mimpinya.
***
Pagi sekali dengan penuh semangat Kame datang ke apartement Jin, tanpa memberitahunya lebih dulu, karena dia ingin memberi kejutan. Dia sudah memutuskan sesuatu tadi malam, setelah dia memikirkannya berhari-hari dan mendapat pesan dari Jin tadi malam yang sangat jarang-jarang, membuatnya semakin yakin dengan pilihannya. Dia tahu Jin tak akan meninggalkannya lagi, Jin terlihat bersungguh-sungguh saat memintanya kemablai waktu itu. Pertahanannya yang dulu sangat sulit ditembus mulai melunak. Dia pun tak tahu pasti penyebabnya, apa karena dia merasakan kenyamanan disamping Jin lagi?? Mungkin. Yang jelas sekarang dia ingin memberitahu Jin kabar baik itu.
Kame melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartement Jin yang masih sepi dengan menggunakan spare key nya, dia yakin Jin belum bangun. Ini masih pukul 7, dan Jin bukanlah morning person, semua orang tahu itu. Tapi langkahnya agak tertahan saat dia lihat sepasang sepatu wanita di ruang tengah itu. Sepatu Chiaki, Kame tahu itu. Berarti ada Chiaki disini? Dadanya mendadak berdebar, tegang. Perasaannya yang tadi meluap-luap tak sabar untuk menyampaikan sesuatu pada Jin, jadi tertahan dengan paksa. Perasaannya jadi tak enak. Dia melihat pintu kamar Jin yang terbuka, dan disanalah semua rasa gembira yang dia bawa tadi mendadak menghilang. Dia melihat mereka berciuman, dengan tubuh yang hanya ditutupi selimut. Siapapun pasti tahu apa yang sudah terjadi diantara mereka. Tanpa sadar Kame menjatuhkan spare key yang dipegangnya, cukup menimbulkan sebuah suara yang menyentakkan mereka di pagi yang sepi itu. Jin dan Chiaki menoleh ke arahnya yang mana membuat Kame jadi panic karena dia pun tak bermaksud menjatuhkan kunci itu. Sebenarnya dia ingin cepat pergi dari sana tanpa mereka harus melihatnya, tapi kakinya mendadak terlalu kaku untuk digerakkan. Kuso.
“Kazuya…” gumam Jin nyaris berbisik. Dia kaget sekali melihat Kame tiba-tiba ada disana, lebih parahnya melihat dia dengan keadaan seperti itu. Chiaki mendengar gumaman Jin dengan jelas, panggilan Jin untuk Kame yang biasanya dia dengar ‘Kamenashi’ tapi sekarang terdengar lebih intim.
“Go-Gomen” ucap Kame akhirnya nyaris tak terdengar. Dia terlalu shock. Dengan cepat dia berbalik dan keluar dari apartement Jin.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Chiaki menyentakkan kekagetan Jin.
“Eh?”
“Dia tampak shock, reaksinya terlalu berlebihan untuk melihat sepasang kekasih yang sedang bermesraaan. Dia sudah dewasa, bukan?”
Jin tak menjawab. Dia takut salah bicara. Tentu saja Kame akan shock. Diantara mereka ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Kame pantas kecewa jika melihat hal seperti ini terjadi dihadapannya.
Chiaki memperhatikan kekasihnya dan dia pun mengerti. Dia sudah bisa menangkap semuanya.
***
“Kau sangat tidak ramah seharian ini, Kame-chan” komentar Koki yang melihat sahabatnya tampak uring-uringan sejak tadi pagi, tanpa dia mengerti apa penyebabnya. Yang dia tahu Kame sudah memberitahunya kalau dia akan mulai berkuliah lagi, itu sangat bagus karena akhirnya Kame mau juga menyerah. Apa mungkin memang karena masalah itu? Koki benar-benar tak mengerti.
“Aku memang selalu seperti ini” jawab Kame dingin.
“Kau memang bersikap seperti itu sejak aku menyatakan perasaanku padamu, aku bisa menerimanya kalau kau melakukannya padaku saja. Tapi sekarang kau bersikap begitu di depan pengunjung juga, lama-lama tak ada pengunjung yang mau datang ke café ku lagi” omel Koki panjang lebar. Kame merasa agak tidak enak, dia mengakui kalau hari ini mood nya benar-benar buruk sejak kejadian tadi pagi di apartement Jin…Kame malas mengingatnya! Dia tak sadar jadi membawa-bawanya ke café, dia memang biasa seperti itu pada Koki, tapi benar juga sekarang pengunjungnya jadi ikut terkena.
“Gomen” kata Kame singkat. Tadi dia merasa Koki sedang berperan menjadi bos nya, dan dia tak mau kalau sampai dipecat hanya karena masalah sepele seperti ini.
“Kau ada masalah?”
Kame menggelengkan kepalanya. Dia tak mau membahas apapun apalagi pada Koki. Bisa semakin runyam masalahnya.
“Lalu kenapa----“ pertanyaan Koki menggantung saat ada seseorang yang menyela mereka, itu Chiaki.
Kame terkesiap melihatnya, tak menyangka perempuan itu akan datang kesana.
“Kamenashi-kun, bisa kita bicara sebentar?” pintanya.
“Tentu” Kame baru akan beranjak dari sana, untuk mencari tempat yang nyaman. Tapi Chiaki menahannya.
“Aku tidak lama, kita bicara saja disini sebentar”
“Oh…” Kame tidak jadi meninggalkan counternya. Dan Koki masih ada disana. Chiaki tampak tidak keberatan dengan keberadaan Koki. Perasaan Kame jadi semakin tak enak.
“Aku dan Jin akan bertunangan” kata Chiaki langsung ke pokok permasalahannya. Kame sebenarnya terkejut, tapi dia menutupinya.
“Sokka, yokatta na…”komentar Kame akhirnya.
“Uhn. Aku hanya ingin kau tak banyak mengganggu Jin lagi”
“Dia tak pernah mengganggu pacarmu. Laki-laki itu yang terus datang kemari mengganggu Kame-chan!” sela Koki tiba-tiba, membela Kame.
“Koki!” Kame melihat pada sahabatnya itu agar tak perlu ikut campur.
“Yeah, mungkin begitu. Tapi mulai sekarang, kau tak akan memegang spare key apartementnya lagi” Chiaki mengeluarkan spare key yang tadi pagi dijatuhkan Kame. Koki terpana melihatnya, tak menyangka Kame memiliki spare key apartement Jin. Pantas beberapa waktu yang lalu Kame bisa dengan tenang tidak menginap di tempatnya.
“Aku mengerti” jawab Kame terus mencoba tenang. Perempuan ini menyebalkan, pikirnya. Sama saja dengan perempuan kebanyakan. Sekejap saja penilaiannya yang baik-baik pada Chiaki dulu, luntur sudah. Dan perasaan tidak enaknya pada Chiaki sejak hari itu terjawab sudah. Chiaki memang mengetahui semuanya yang terjadi antara dia dna kekasihnya.
“Baiklah. Hanya itu yang mau aku bicarakan” kata Chiaki lagi, sambil beranjak dari sana. Tanpa menunggu perkataan Kame, dia pergi dengan angkuhnya dari café itu.
“Kame-chan…?” Koki mencoba meyakinkan kalau Kame baik-baik saja.
“Ayo kembali bekerja!” kata Kame seperti tak mendapat efek apapun dari kejadian barusan. Tapi Koki tahu, Kame hanya berakting. Kame menutupi kerisauannya.
***
Sudah berhari-hari sejak kejadian pagi itu, Jin tak pernah mendapat kabar dari Kame lagi. Ponselnya pun sudah tak bisa dia hubungi. Kame seperti akan menghilang lagi dari hidupnya. Benarkah??! Apalagi setelah dia mendapat permintaan dari Chiaki agar mereka segera bertunangan. Jin jelas tak bisa menolak selain itu kedua orang tua mereka pun sudah setuju. Sekarang dia hanya menunggu detik-detik dimana dia harus benar-benar melupakan Kame, bahkan disaat dia belum menyampaikan apapun pada laki-laki itu.
“Kamenashi ha…??” Jin menanyakan Kame saat sore itu seperti biasa dia mendatangi café, dan ini kesekian kalinya Jin tak melihat Kame disana.
“Dia sedang kuliah” jawab Koki yang muncul dari dalam, sebelumnya hanya ada pegawai Koki yang lain yang selalu memberikan penjelasan singkat tentang tidak adanya Kame disana. Tapi sekarang sepertinya Jin bisa banyak bertanya pada sahabat Kame yang sebenarnya tak pernah bisa akur dengannya itu.
“Kuliah?!” Jin mengulangnya dengan terkejut. “Dia tidak memberitahuku…”
Koki mengangkat bahunya, “Mungkin dia tak ingin kau tahu”
“Tidak mungkin…”
“Mungkin saja. Dia sudah tak mau bertemu lagi denganmu”
“Hah?”
“Dia sudah sering pulang kerumahnya lagi, dan dia sedang sibuk dengan kuliahnya. Kau tak perlu mengganggunya lagi”
Jin terkejut mendengarnya. Akhirnya… pikir Jin, dia senang, tapi juga heran karena Kame tidak memberitahunya. Malah dia harus tahu dari orang yang tak dia suka, yang seharusnya tidak terlibat dalam urusan ini.
“Benarkah? Itu bagus…”
“Yeah, jadi sebaiknya kau---“
“Kau tidak ada hak untuk melarangku bertemu dengannya” potong Jin cepat.
“Aku hanya memberitahumu. Dia tak akan mau bertemu denganmu”
“Itu menurutmu”
“Aku sudah memperingatkanmu”
“Aku tak peduli” Mereka saling bertukar tatapan tajam. Masing-masing rasanya ingin saling memukul, tapi mereka menahannya. Disana tempat umum dan banyak orang. Jin memilih untuk pergi dari sana, dia harus bertemu dengan Kame. Apapun yang terjadi.
***
Selasa, 18 Agustus 2009
IT CAN'T BE- Chapter 6
Diposting oleh 3-Musketters di 02.39
Label: akame, fanfic, multichapter, three musketters
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
kyaaaaa~
selesai sudah Q baca 6 chapter...
*sigh*
kyaaaa~ *terak lagih*
abis darah neh bacanya...
kagak kuat saia...
kalian hebat bisa nulis beginian...hahhaa..
two tumbs up lah...^^
lanjutkan~
nungguin chapters selanjtnyaaa..
xD
wakakakak..
abis darah knp din? XD jgn abis dulu, blm selesai fic na, tar aj klo dah kelar~
tokorode, sankyu2 dah mw baca ^^
Posting Komentar